Selasa, 24 Maret 2009

Mohon Do'anya

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh...

Ibu-ibu dan teman2 yang dirahmati Allah... InsyaAllah pagi ini tanggal 25 Maret, saya dan keluarga akan berangkat pergi umroh. InsyaAllah kita kembali tanggal 3 April. Mohon do'anya dari semua ibu-ibu, teman-teman dan semua sahabat yang mengunjungi blog ini, agar kami sekeluarga dilancarkan perjalanannya, dimudahkan dalam beribadah, dan bisa pulang kembali dengan selamat...Amin. Allahummaj'alna umratan maqbuulatan wamabruuratan, wa sa'yana sa'yan masykuuran...Amin ya rabbal 'aalamin...

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Sabtu, 21 Maret 2009

Melepas Faaza Sekolah

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokaatuh.
Ibu yang shalihah…Insya Allah 5 april Faaza mulai masuk sekolah (Nursery).Karena ini yang pertamakali untuk kami, jadi exciting juga. Masih terbayang 3,8 tahun yang lalu, bayi yang kami nantikan kurang lebih 2 tahun, atas izin Allah SWT lahir ke dunia, lewat operasi Caesar.


Eumh, Faaza Fauzan Azhiima, saya kutip dari akhir ayat 71 surat Al Ahzab [33]. Faaza adalah Fiil madi yang berarti telah menang. Yang saya tau, merupakan asal kata dari nama-nama seperti Faaiz (isim fail dari Faaza) yang berarti orang yang menang, dan Fauzi yang berarti kemenanganku. Faaza Fauzan Azhiima artinya Menang dengan kemenangan yang agung.

Semua orang tua pasti mempunyai harapan terbaik kepada putera puterinya. Dan dengan nama itu kami berharap anak kami menjadi penerus perjuangan umat, pembawa tongkat estafet dakwah, generasi yang akan mengembalikan Islam dan kaum muslimin pada kemuliaan. Amin. Cita-cita yang sangat tinggi, tapi cita-cita memang harus tingi bukan…


Ada anak yang selalu lendotan sama ibunya. Kemana ibunya pergi, ia akan ikut. Sampai-sampai ibunya mau ke kamar mandipun ia ingin ikut. Ketika berhadapan dengan orang baru atau lingkungan baru, butuh waktu cukup lama untuk beradaptasi. Faaza sebaliknya. Dia berani dan supel. Jika kita berjalan kaki, dia tidak mau dituntun. Tangan kita akan ditepisnya. Sekuat apa kita memegang, sekuat itu pula dia melepaskan diri. Dan sepertinya dia tidak bisa berjalan…tapi selalu berlari . Tapi, ketika bertukar pengalaman dengan ibu-ibu lain, khususnya yang mempunyai anak laki-laki, ternyata memang hampir semua anak seperti itu. Ya, kita memang musti ekstra sabar dan ekstra hati-hati.

Sengaja saya memilih sekolah yang paling dekat dengan rumah. Sekitar 1 km, agar Faaza tidak perlu naik school Bus. Rasanya masih khawatir melepas anak sendirian ke sekolah.InsyaAllah Faaza akan diantar jemput oleh seorang Mrs asal Pakistan, bersama 4 orang temannya yang lain.

Duh Ibu, rasanya ingin sekali saya mengantar jemput Faaza setiap hari. Menungguinya di luar ketika ia belajar, dan pulang bersama-sama, seperti TK di Indonesia. Tapi disini, anak tidak boleh ditunggui. Dan untuk mengantar jemput sendiri, saya belum punya SIM. Disini tidak bisa sembarang orang menyupir, jika tertangkap, bisa dideportasi.

Sebenarnya tidak ada yang perlu saya khawatirkan, Faaza sudah ingin sekolah, sayapun sudah melatihnya toilet training. Faaza supel dan cepat untuk beradaptasi. Tapi tetap sulit sekali bagi saya untuk melepasnya, tanpa bisa melihat dan memperhatikannya. walau hanya untuk 3 jam (jam 11 sudah pulang). Tapi saya sadar, memang sudah saatnya anak kita dilatih mandiri, menghadapi dunianya sendiri. Mungkin semua ibu pernah merasakan seperti yang saya rasakan sekarang. Betapa beratnya hati kita melepas anak kita untuk pertamakalinya bersekolah. Saya mohon masukan dari ibu-ibu untuk meredakan kekhawatiran ini... Syukran.

Sabtu, 14 Maret 2009

Review Novel

Apa kabar ibu yang shalihah…kali ini saya ingin bertukar informasi dan ngobrol-ngobrol santai tentang novel Syahadat Cinta. Sebetulnya sudah lama saya tidak membaca novel, apalagi yang ada cinta-cintaan tapi kebetulan suatu hari di rumah tetangga, saya liat sebuah novel, sayapun meminjamnya.


Selama membaca, beberapa kali saya mengerutkan kening. Selain jalan ceritanya yang menurut saya kurang masuk akal, ada beberapa hukum Islam yang berbeda dari yang selama ini saya pahami. Saya coba bersabar untuk membacanya sampai tamat dan berharap “kekeliruan” itu hanya karena si tokoh utama dalam novel itu belum mengenal Islam lebih baik. Berharap hal tersebut adalah kekeliruan yang disengaja pengarang untuk memperkuat kesan bagi tokoh utamanya. Tapi ternyata saya cukup kecewa karena sampai di halaman terakhir tidak ada pengembalian pemahaman seperti yang saya harapkan. Dan akhirnya yang saya tangkap justru si penulis ingin menggiring pembacanya untuk menerima beberapa hukum Islam menurut perspektif dia.
Penasaran, saya coba searching di google, siapa tau ada yang pernah membuat review terhadap novel ini, dan ternyata ada. Berikut saya kutipkan:

“Syahadat Cinta: Novel Yang Tak Masuk Akal

Sudah pernah membaca novel Syahadat Cinta? Kalo belum saya ceritakan sekilas.
Kesuksesan novel ayat-ayat cinta karya Habiburrahman El-Shirazi menjadi novel best seller membuat pengarang lain berlomba-lomba membuat novel bertema serupa. Salah satunya Syahadat Cinta yang dikarang oleh Taufiqurrahman Al-Azizy. Syahadat Cinta merupakan bagian dari Trilogi, Ma'rifat Cinta dan Musafir Cinta (semua judulnya cinta-cinta).

Syahadat Cinta menceritakan kisah seseorang yang ingin memperdalam agama Islam (Diperankan oleh Iqbal). Kemauannya sangat kuat karena permintaan ibunya sebelum meninggal. Ia pun masuk ke pesantren yang disarankan ibunya. Di pesantren, Iqbal hanya disuruh mengambil air setiap hari, sama sekali belum diberi pelajaran bagaimana caranya mengaji, shalat apalagi membaca kitab kuning. Suatu ketika, Iqbal terlibat konflik dengan santri pesantren. Ternyata santri tersebut adalah anak kyai pemilik pesantren. Iqbalpun melarikan diri.
Dalam perjalanannya melarikan diri inilah Iqbal mendapatkan pengetahuan tentang Islam, tanpa harus mengambil air setiap hari. Iqbal tinggal di rumah seorang pengemis dan banyak mengambil pelajaran dari keluarga pengemis tersebut.

Lantas, tidak masuk akalnya di mana?

Dalam pengasingannya dari pesantren itu, Iqbal mengalami perubahan besar. Dalam 10 hari, ia sudah mampu melaksanakan shalat, sudah menyelesaikan hampir 100 buah buku, sudah bisa mengaji, bahkan sudah hafal beberapa hadits. Di sinilah tidak masuk akalnya.
10 hari adalah waktu yang teramat singkat untuk melakukan itu semua. Setiap harinya iqbal membeli dan membaca 10 buah buku. Ia juga hafal bacaan-bacaan shalat, bisa mengaji dari awalnya buta sama sekali dengan huruf hijaiyyah. Satu hari satu malam ada 24 jam. Mungkinkah semua itu dilakukan? Mari kita kalkulasikan.

Membaca 10 buku. Karena ada buku yang tebal dan buku yang tipis, kita rata-ratakan saja setiap buku 1,5 jam. Artinya Iqbal sudah menghabiskan waktu 15 jam. Kenapa saya ambil satu setengah jam? Karena yang dibaca adalah buku Agama. Iqbal membaca sambil memahami kalimat demi kalimat. Bukan membaca cepat seperti yang kita kenal seperti biasa.
Belajar membaca Alquran. Karena ia belajar pada waktu pagi, siang dan malam, anggap saja memakan waktu 2 jam.

Menghafal bacaan shalat, wudhu, dan menghafal beberapa hadits. Kira-kira 1 jam.
Keluar rumah, ke kampus dan keperluan lain di luar rumah, rata-rata 3 jam.
Shalat lima waktu. Anggap saja setiap waktu menghabiskan waktu 30 menit, sudah termasuk wudhu dan persiapan lainnya. 30x 5 = 2,5 jam.
Istirahat siang = 30 menit.
Makan 3x sehari. Anggap saja setiap makan 30 menit. Jadi totalnya 1,5 jam.
Tidur: 5 jam

Jadi berapa lama ia habiskan waktu sehari semalam? Lebih dari 24 jam.

Satu lagi, di novel Syahadat Cinta diceritakan bahwa Bu Jamilah, tempat di mana ia tinggal, berprofesi sebagai pengemis. Bu Jamilah sendiri seorang yang sangat taat terhadap agama. Pertanyaannya kenapa justru orang yang taat terhadap agama digambarkan sebagai seorang pengemis? Pengemis bukanlah profesi yang mulia. Orang yang mengemis adalah orang tidak mempunyai harga diri. Orang yang beriman lebih baik menahan rasa laparnya dibandingkan dengan meminta-minta. Sangat kontras dengan penggambaran Bu Jamilah. Apalagi anak Bu jamilah sendiri, Irsyad, memiliki pengetahuan islam lebih dibandingkan dengan yang lain.
Iqbal sendiri telah memberikan uang kepada Bu Jamilah karena ia tinggal ditem;pat tersebut. Jumlah uang yang sangat banyak yang nilainya mampu dijadikan jaminan agar Iqbal bisa keluar dari penjara. Agar bebas dari tersangka "teroris". Bisa dibayangkan berapa nominalnya.
Jika ia seorang beriman, maka uang itu lebih halal dibandingkan dengan meminta-minta. Bukankah Rasulullah pernah bersabda: " Barang siapa mampu, tetapi meminta-minta, maka Allah akan membuatkan satu rumah baginya di neraka" Na'udzubillah.”
(http://chodirin.or.id)


Saya setuju dengan pendapat pak Chodirin. Menurut saya, meskipun itu sebuah novel, tapi jika berlatar kehidupan sehari-hari, tetap harus masuk akal. Kecuali jika novel itu bertemakan lain, hal-hal yang bersifat imajinatif. Karena novel tersebut bertemakan Islami, dan mengingat orang Indonesia cenderung “terlalu menjiwai” atau latah mengikuti, apalagi di novel tersebut diselipkan beberapa pemahaman Islam, menurut saya pembahasan tentangnya menjadi suatu keharusan.

Setelah membacanya, saya membuat beberapa catatan. Hal-hal yang tidak sreg di hati saya, walaupun saya awam soal agama. Sebagiannya sudah dipaparkan oleh pak Chodirin.

Yang pertama, tentang masalah khalwat yang difahami Iqbal (penulis?), sang tokoh utama yang mengharuskan adanya dorongan syahwat. Jika tidak ada dorongan syahwat, berdua-duannya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, tidak bisa disebut khalwat (hal 455-456). Ini berbeda dengan yang saya fahami selama ini yang tidak pernah mendapatkan keharuskan adanya “illat” dalam hal khalwat. Allahu a’lam.

Yang kedua, karakter si Iqbal yang katanya “bengal” sepertinya kurang terbangun. Mulai dari awal cerita, si pengarang sudah memakai bahasa yang menurut saya “terlalu santun” untuk disematkan pada tokoh Iqbal. Apalagi ketika diceritakan, Iqbal bercerita dari A sampai Z kepada dua orang perempuan cantik yang baru dijumpainya. Ah, menurut yang saya amati, laki-laki yang berkarakter “keras” tidak mudah untuk curhat pada sembarang orang, apalagi kepada perempuan yang baru dikenalnya. Kok kesannya jadi bermental lembek dan terkesan ingin dapat simpati si perempuannya ya? Saya tersenyum ketika ada satu komentar di Goodreader tentang hal tersebut : “ketemu sama 2 orang wanita cantik, curhat, benar-benar hayalan tingkat tinggi!” he…he…

Dihalaman 400 sekian, Iqbal mulai terpikat oleh pesona Zainab. Dia jadi malas untuk ibadah, malas menghafal hadits dan Al quran, dll. Ini hal yang masih bisa ditolelir. Tapi di hal 477 ada hal yang perlu dicermati. Disana ditulis: “Zainab adalah manifestasi keindahan Ilahi. Alangkah malangnya orang yang berfikir bahwa seorang Hindu atau Budha itu menyembah berhala. Sebab sesungguhnya yang dia sembah adalah Allah SWT. Berhala adalah wasilah kecintaan seorang Hindu atau Budha kepada Allah sebagaimana orang Kristen yang mencintai Yesus dan Maria”. Innalillahi…dan lagi-lagi itu bisa saya abaikan kalau tidak di akhir cerita, Ihsan salah satu santri di pesantren tersebut, yang biasa mengingatkan Iqbal, malah ingin keluar dari pesantren dan ingin belajar ilmu agama dari Iqbal (hal 518). Setelah saya baca kok seperti seakan ingin memberikan kesan bagi kita yang membacanya bahwa Islam yang seperti inilah yang bagus dan layak diikuti. Ini pendapat saya. Allahu a’lam.

Terakhir, kyai sepuh yang terkesan menyetujui dan menyokong Iqbal. Dan sepertinya perkataannyalah yang menghantarkan kita ke buku berikutnya : “Datanglah 3 tahun lagi”, katanya. Tapi saya sudah kehilangan minat baca untuk 2 novel berikutnya.

Sebagai catatan terakhir, ini yang paling penting, kita harus berhati-hati dengan novel-novel bertema Islami yang membawa misi kaum liberal. Bukankah para ulama sudah memfatwakan haram orang Islam mengambil SPLIS…Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme. Kolaborasi antara kaum liberal dan kapitalis menghasilkan sesuatu yang tidak terasa mengikis dan mencuci otak para pembaca dan penontonnya. Lihatlah, novel ayat-ayat cinta yang subhanallah sarat dengan ilmu dan nuansa Islami (saya setuju dengan novelnya, tapi tidak dengan filmnya), hanya jadi cerita cinta segitiga di layar lebar. Atau tentang Perempuan Berkalung Sorban, yang menuai kontroversi…. Bagaimana dengan novel dan film Syahadat Cinta? Waspadalah…waspadalah…

Allahu a’lam bisshawab.

Selasa, 10 Maret 2009

1.500 Korban Tewas Palestina Diganti Kelahiran 5.000 Anak

"Palestina mendapat berkah di tengah-tengah serangan Israel atas Gaza beberapa bulan lalu. Meski banyak warganya yang tewas, namun jumlah kelahiran lebih banyak dibandingkan dari jumlah kematian.

"Pascapenyerangan Israel ke Gaza yang menewaskan lebih dari 1.500 rakyat Palestina, pada saat yang bersamaan telah lahir 5.000 anak," kata Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz N Mehdawi dalam sebuah acara diskusi di Islamic Book Fair, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (6/3/2009).

"Ini di luar perhitungan manusia. Ini bukti Allah memberi keberkahan kepada rakyat Palestina," imbuhnya.

Menurut Faiz, sampai saat ini tidak ada rakyatnya yang meninggalkan Palestina. Ia pun menyatakan Palestina lah yang memenangkan peperangan tersebut.

"Kami merasa kami lah yang memenangkan peperangan. Zionis tidak akan pernah menang dan beruntung dalam penyerangan itu. Kalau pun ada yang syahid dalam peperangan tersebut, itu tidak akan melemahkan semangat kami untuk terus menjadikan negara Palestina merdeka," pungkasnya. (lrn/gah)"
Mega Putra Ratya - detikNews



Subhaanallah...hasbunallah wani'mal wakiil, ni'mal maulaa wa ni'mannashiir. Allahu Akbar!

Rabu, 04 Maret 2009

Kampungku...

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh…

Sudah agak lama tidak menjumpai teman-teman, mudah-mudahan semua sehat dan selalu ada dalam lindungan Allah SWT, Amin.
Ibu yang shalihah…sebenarnya ada dua tulisan yang belum di publish, karena gak selesai-selesai dan akhirnya males untuk meneruskan. Tapi barusan, ketika sahur, tiba-tiba saja ingat kampung halaman, dan ingat pada suatu percakapan dengan seseorang…

Kampung, tempat kedua orang tua saya tinggal adalah kampung ketiga dari belokan jalan besar. Setelah telpon masuk, angkotpun masuk memeriahkan ojek dan delman. Disana semua orang adalah saudara. Atau menganggap satu sama lain adalah saudara.
Tak heran, berita suka ataupun duka cepat tersiar... ketika ada orang yang sakit atau meninggal, hampir semua berbelasungkawa. Datang menjenguk atau melayat. Begitupun ketika ada acara syukuran atau walimah…cukup disampaikan di mimbar mesjid, semua penduduk sudah merasa diundang, dan berkenan datang.

Walau hanya masa-masa SD saja full dikampung, tapi hampir semua warga mengenal dan selalu meng-up date berita tentang kita, mungkin karena rasa kekeluargaannya itu…. Selepas SD karena menimba ilmu di kota lain, kuliah, kerja kemudian menikah, praktis hanya sekali-sekali saja saya pulang. Tapi, seperti yang dikatakan orang-orang…seberapapun jauhnya kita merantau, kampung halaman tetap membuat kangen…hiks!

Suatu ketika, ke teras rumah ada Bi Ika menawarkan lauk-pauk yang udah mateng dan beberapa kue-kue basah. Sayapun dengan antusias memilih-milih.

“Ieu sabaraha Bi?” kata saya sambil menimang-nimang oseng kangkung. “Sarebu-an” katanya.
“Ari nu ieu sabaraha?” semur tempe bumbu galendo (kerak dari minyak kelapa buatan sendiri), dengan cabe hijau yang menurut saya cukup banyak kalau dihargai seribu. “Sarebu oge neng…” Untuk memastikan saya tanya kembali “Sarebu?” Dengan cepat ala pedagang umumnya, Bi Ika menyahut “Iya atuh neng, da ayeuna mah teu aya anu 500-an, sagalana oge tos arawis”. Kalau indonesian language-nya “Iya neng, sekarang udah gak ada yang Rp. 500, segalanya juga udah mahal”. He…he…he dan sayapun hanya tersenyum…