Jumat, 20 November 2009
Cerita Sahabat (1)
Prolog
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…Teman-teman dan sahabat yang di raahmati Allah, catatan kali ini saya tulis dari kisah nyata seorang sahabat, yang meminta kisahnya di muat. Sebenarnya berat, karena tentu akan membangkitkan memori lama. Tapi sms beliau, membuat saya tidak bisa menolak. Berikut saya kutipkan sms nya:
“…Btw, N boleh minta sesuatu gak? Teh bikin tulisan tentang kematian dong, cerita abahnya F juga boleh diangkat. N senang baca tlsn2 te2h, ada sesuatu yang lain. Spt mangga muda, jd crt yg enak bgt. Pdhal dr dl jg kita tau te2h suka it tp ktk it dtls jd bkesan…”
Untuk nama, saya tuliskan inisialnya aja ya…Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran darinya.
Arti Kehilangan
“Saat kau kehilangan orang yang begitu berarti bagimu
Orang yang kau puja, kau andalkan
Dan selalu kau tunggu kedatangannya—
Dengan penuh do’a dan cinta,
Perlahan-lahan kau akan dapati
Keceriaanmu memudar
Senyummu kian hilang
Canda usilmu lenyap
Semangatmu pun menguap
Kau akan merasa
Beban berton-ton dipundakmu
di kepala dan di dalam hatimu
Melahirkan luka, sedih dan perih
di ulu hati
Menyayat setiap syaraf
Melemaskan seluruh otot tubuhmu
Membuatmu tak lagi menunggu mentari
dengan penuh rindu
Dan kau pun…
akan merasa kesepian
lebih dari kehilangan itu”.
Malam itu, --tepatnya tanggal dan tahunnya kurang tau, tapi sepertinya tahun 2007—tidur lelap kami terganggu oleh alunan “titanic” dari HP jadulku. Suami yang kebetulan tidur paling pinggir dengan terkantuk-kantuk memberikankan HP itu padaku. “assalamu’alaikum…” gumam saya dengan mata yang masih terpejam. Terdengar sayup-sayup suara di seberang sana yang begitu memelas:
“alaikumsalam….teteh…teteh…ini N teh…”
Masih dengan mata terpejam saya menyahut “Iya N…ada apa?”
Dalam Fikiran saya ketika itu paling-paling lagi sedih, mau curhat, karena memang ada beberapa teman yang biasa curhat ke saya.
“Teteh…teteh…si abah meninggal teh…kecelakaan…”
“oh iya…iya…” sesaat itu yang keluar dari mulut saya, sebelum akhirnya menyadari apa yang tengah terjadi, dan percaya bahwa ini tidak mungkin main-main. Mendadak kantuk saya hilang, dan sayapun segera bertanya, ingin kepastian.
“Eh…eh, N…ini N? Tadi kenapa N?”
“Iya teteh…si abah meninggak kecelakaan…” (nada suaranya sungguh memilukan)
“Ya Allah Innalillahi…N…, N, sekarang N di mana”?
Di sela-sela isakan, sahabat saya menjawab: “Di rumah sakit teh…di DKT, sebentar lagi mau di bawa ke bumi agung ke tempat Om…”
“Oh ya udah, teteh ke rumah sakit sekarang…N tunggu teteh ya…teteh ke sana sekarang!”
Kepada suami belum kembali tidur, saya jelaskan singkat, dan dengan gamang dan panik kami bersiap-siap berangkat. Suami menyiapkan motor, sedang saya mempersiapkan Faaza yang masih tertidur pulas. Saat itu baru 2 tahun usianya. Saya kasih Diapers, memakaikan kaos kaki dan jaket, kemudian saya gendong ia. Sebelum pergi, saya lirik jam, setengah 12 malam.
Sepanjang perjalanan, untuk meredam perasaan yang campur baur, setengah percaya dan tidak, dan air mata yang keluar tiba-tiba, saya berdzikir…berdzikir…ingatan saya terbang kemana-mana…pada sahabat saya yang pasti sedang limbung, pada anaknya yang baru bisa berjalan…pada yang baru meninggalkan…Ya Allah, perjalanan ke rumah sakit terasa lama sekali saat suasana hati sedang begini…
Jalanan lengang, hanya satu-dua kendaraan saja yang melintas. Di sepanjang jalan itu juga saya berfikir, apa yang akan saya lakukan nanti di hadapan sahabat saya…kalau saya menangis…tentu dia akan semakin sedih, kalau saya menguatkannya dan menahan diri untuk tidak menangis…apakah saya sanggup? Apakah saya sanggup untuk tidak menangis di hadapan sahabat saya yang pasti sedang runtuh dunianya…patah sayapnya dan hancur mimpi-mimpinya? Ya Allah…
Kami sampai di rumah sakit, dan langsung ke gawat darurat dan bertanya pada petugasnya. Setelah di tunjukkan, kami ke dalam…
Terlihat seorang akhwat, dengan jubah dan jilbab coklat di samping tempat tidur, seketika saya memburunya. “N…Ya Allah…N…” Saya peluk dia, dan kamipun bertangisan.
“Ya Allah N…yang sabar ya…” sela saya dalam isak.
Dengan menahan tangis dan mata berkaca-kaca, sahabat saya menjawab “InsyaAllah teh, N ikhlas… Allah pasti mempunyai rencana yang indah untuk N”. Katanya dengan mantap.
Sungguh, pada detik itu saya merasa, saya lebih rapuh dari dia…saya yang seharusnya menghibur dan menguatkannya malah tidak bisa berkata-kata. Subhanallah…saya kagum padanya. Karena saya sangat tau bahwa untuk bisa bersikap seperti itu tidaklah mudah. Semoga Allah selalu menyayangi dan melindungimu sahabatku, karena keikhlasan dan ketegaranmu…
Setelah urusan selesai, kami ke rumah duka bersama Om, tetangga dan rekan al marhum. Suami naik motor sedangkan saya dan Faaza ikut bersama Nana dan de Faqih (anaknya). Mobil kami di belakang ambulance yang dengan sirene khas nya melengking-lengking, menyayat hati kami. N berkata lirih pada anaknya yang terbangun di pangkuannya…”abah mana de…abah di mobil depan” katanya sambil terisak. Mata saya kembali berair…saya genggam tangannya, ingin menguatkan, saya tidak bisa berkata-kata.
Sesampai di rumah, sekitar setengah 2 pagi, saya coba kembali mengontak beberapa teman dan Alhamdulillah tersambung. Tak lama berselang, beberapa teman langsung berdatangan. Kami yang akhwat duduk di kamar yang pintunya menghadap ruang tengah dimana almarhum di letakkan. Bergantian kami peluk sahabat kami sambil bertausiah untuk saling menguatkan.
Selepas subuh, yang melayat semakin banyak. Saya yang duduk dipojokan kamar, memandang sahabat saya, yang tengah bercerita. “Biasanya jam segini kami baru beres mencuci baju dan menjemurnya bareng…”katanya sambil terisak. Beberapa teman langsung memegang tangan dan mengelus punggungnya. Pandangan saya beralih ke almarhum yang terbaring di ruang tengah. Dalam hati saya menggumam “Ya Allah…padahal jarak dia dan suaminya paling Cuma 2-3 meter, suami yang paling dekat dengannya, suami tempat dia berkeluh kesah dan berbagi cerita jaraknya Cuma 2-3 meter…tapi dia hanya bisa bercerita ke kami, sahabat2nya…karena, jarak yang 2-3 meter itu jadi sangat jauh…sangat jauh, dan tak bisa digapai oleh apapun”. Meskipun masih ada di depan mata, sang suami sudah tidak bisa lagi mendengar atau bercakap-cakap. Ah, menurut saya tidak ada lagi yang lebih menyakitkan daripada itu. Lebih sakit daripada “jauh di mata dekat di hati”, karena bagi sahabat saya keadaannya dekat di mata dan dekat di hati namun tak bisa tergapai lagi, tak kan pernah bisa…
Ya Allah, itulah maut…datangnya tidak disangka-sangka, bukan hanya oleh kita, tapi oleh yang meninggal itu sendiri. Ingatan saya kembali melayang ke kejadian 2 hari yang lalu sebelum peristiwa itu terjadi. Sore itu almarhum menjemput N dan anaknya yang baru selesai mengkaji sebuah kitab di teras rumah saya. “De, tuh abah” katanya. “Babah…babah…” kata anak yang baru bisa berjalan itu antusias. Almarhum sempat menyapa Faaza yang saya gendong sehabis main becek-becekan di depan rumah. “Faaza…Faaza” katanya, dengan suara seraknya yang khas.
Setelah berpamitan, dengan berboncengan motor, diikuti tatapan saya, merekapun pulang. Dan Ya Allah, setelah kejadian itu, suara khasnya ketika menyapa Faaza, selalu terngiang sampai sekarang.
To be continued….
Jumat, 14 Agustus 2009
KHUTBAH RASULULLAH MENYAMBUT BULAN RAMADHAN
Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.
Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-NYA. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.
Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya. Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu. Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.
Wahai manusia! Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa) mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.
Ketahuilah! Allah ta’ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb al-alamin.
Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. (Sahabat-sahabat lain bertanya: “Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.”
Rasulullah meneruskan: “Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.”
Wahai manusia! Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kai-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain. Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.
Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu. Amirul mukminin karamallahu wahjah berkata: “Aku berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?” Jawab Nabi: “Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah”.
Wahai manusia! sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu’.”
“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.”
“Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan ( syahrul muwasah ) dan bulan Allah memberikan rizqi kepada mukmin di dalamnya.”
“Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang.”
Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw, “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu.”
“Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa meringankan beban dari budak sahaya (termasuk di sini para pembantu rumah) niscaya Allah mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka.”
“Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya.”
“Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampun kepada-Nya . Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka.”
“Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga.”
(HR. Ibnu Huzaimah)
Saya dan Mangga Muda
Sejak kecil saya sudah senang sama yang namanya mangga muda. Warnanya yang hijau…aromanya yang khas, kulit dagingnya yang berair…selalu saja mengundang selera. Jika ada yang memberi pilihan untuk saya apakah mending dikasih mangga muda atau mangga mateng yang harum dan manis, maka sudah pasti saya menjawab: “mangga muda please…” :)
Entahlah kenapa saya sukaaa sekali sama mangga muda. Mungkin karena dulu beberapa tahun saya sempat di asuh bibi (adik ibu) yang ketika itu masih gadis, sementara orangtua beserta adik saya merantau ke pulau seberang. Nah, bibi saya ini senang sekali mangga muda, berawal dari sanalah saya mulai ikut-ikutan suka. Seingat saya dulu, mamah (panggilan saya ke ibu)begitu cerewet dan ekstra hati-hati kalau saya makan mangga muda, karena sejak kecil dulu saya sering sakit-sakitan. Ketika SD hampir setiap kenaikan kelas, setelah ujian, saya sakit. Maag dan Thypus saya, sering kambuh. Badan saya kerempeng, tinggi dan item hehee…pokoknya UDIN deh, Udah Dekil Item, idup lagi :) Wajar jika mamah marah besar kalau ketahuan saya nekad makan mangga muda.
Tapi, seperti kata orang-orang bilang, semakin dikekang, semakin gak boleh, saya malah semakin menjadi-jadi sukanya. Terlebih saya sering berkomplot dengan adik dan teman-teman tanpa sepengetahuan mamah. Adik saya misalnya menyelundupkan mangga muda dari temen untuk saya makan ketika masih terbaring sakit. Atau diam-diam dia ambil mangga muda bibi untuk diberikan pada saya. Tentu saja saya senang, bayangkan, lagi sakit, makan apapun rasanya pahit…eneg,pengennya yang seger-seger…bagi saya apalagi kalau bukan mangga muda itu. Sering persekongkolan kami terbongkar, sampai mungkin karena saking jengkelnya, mamah menghadiahi kami tamparan di kaki kami. Tapi kami gak jera tuh…
Karena melihat anaknya masih saja sering nyuri-nyuri makan mangga muda di belakangnya, dan baru ketahuan kalau maagnya udah kambuh, akhirnya mamah menyerah dengan syarat: Harus sudah makan, jangan malem-malem, jangan banyak-banyak…dan jangan dapet nyolong hehee…
Sayapun setuju. Mulai saat itu, hobi saya makan mangga muda semakin menjadi…tapi kali ini lebih bertanggungjawab (cailee…), saya tidak mau menghianati kepercayaan mamah. Dan terlebih…saya tidak ingin diancam somasi yang ujungnya kemerdekaan saya untuk memakan mangga muda kesukaan saya itu terampas.
Ada banyak kisah yang mengiringi seputar mangga muda ini. Mulai dari selalu berusaha menjalin persahabatan dengan teman yang mempunyai pohon mangga biar ketika maen ke rumahnya atau ketika panen, bisa kebagian…hehe. Jangan bilang saya memanfaatkan ya, karena ini simbiosis mutualisme kok…karena dari cerita-cerita dan harapan saya, dia jadi lebih bersyukur : “Alhamdulillah…saya punya pohon mangga, saya bisa berbagi dengan teman, dan kalau mau ngerujakpun tinggal ngambil…gak perlu keluar modal. Alhamdulillah…Alhamdulillah…” (ngeles).
Sekali waktu saya diajak orangtua ke saudara jauh. Ketika melihat di depan rumahnya ada pohon mangga yang sedang berbuah, hati saya terkesiap…lansung ngences! Dan sayapun berbisik ke mamah untuk memintakan mangga kepada si empunya rumah. “Oh, belum pada mateng…masih kecil-kecil”, katanya sambil tersenyum. Saya langsung menjawab : “saya lebih suka yang kecil-kecil kok, yang masih muda”. “Tapi kan asem” (maksudnya mungkin sayang kalau diambil). “justru saya suka yang asem”. Akhirnya kami pun pulang dengan membawa beberapa mangga muda yang masih mengeluarkan getah dari pangkal buahnya.
Yang lebih seru, Jika kebetulan saya lewat di depan pohon mangga yang berbuah…saya tak bisa menahan diri untuk mendongak ke atas…kea rah mangga yang masih hijau segar. Kemudian mata saya mengarah ke bawah, ke sekitar pohon, mencari-cari siapa tau apa ada mangga yang masih agak kecil-kecil jatuh. Dan ketika menemukan itu, walau hanya setengah kepalan tangan, saya memungutnya, betul-betul memungutnya! dengan hati yang seakan-akan mendapat hadiah istimewa dari seseorang.
Oya, teman-teman dan sahabat-sahabatku, ketika saya berbicara tentang mangga muda, yang harus anda bayangkan adalah…yang fresh langsung dari pohonnya (terlihat dari leleran getah di pangkal buahnya dan kulitnya masih hijau mulus), yang bau harum khas mangga mudanya masih menyengat, dan ini yang penting…jika dipotong dua, biji buahnya ikut ke potong dan daging buahnya putih segar. That’s ideal.
Eum…saking seringnya saya memakan permacam-macam jenis mangga muda…--walaupun saya tak tau banyak soal nama-namanya--saya jadi tau apakah buah ini masih muda atau tidaak…kalau dipotong, bijinya masih bisa ikut kepotong atau sudah keras. Saya bisa tau itu hanya dengan melihat bentuk buah dan warna kulitnya saja. Hebat ya hihihiii…
Beranjak dewasa, ketika kuliah, ketika saya mulai mempunyai uang saku sedikit dari hasil mengajar dan memberikan les privat, saya terkadang ke pasar sendiri mencari mangga muda. Sering si penjual iseng bertanya : lagi hamil muda ya bu…”. Mungkin karena melihat jubah yang saya pakai, saya hanya menjawabnya dengan senyum.
Itu dulu, sebelum saya menikah. Setelah menikah, hobi saya ini semakin menjadi. Tau dong kenapa…Ya, selain badan saya mulai ndut dan melebar, saya sudah terhindar dari maag dan thypus (konon itu penyakitnya orang-orang kurus), suamipun rela mengantar ke pasar dan mengeluarkan uangnya untuk memanjakan istrinya dengan mangga muda dan buah-buahan asem yang lain seperti huni (buni), dan kupa (gowok). Kalau sudah begitu, saya merasa orang paling kaya di dunia…hehee
Ada yang bilang ketika hamil karena factor hormonal, kita kadang agak bertingkah aneh. Makanan kegemaran malah justru jadi bikin kita eneg. Wewangian menjadi seakan berubah bau yang menyengat ketika kita cium. Malah ada cerita temen yang jadi sebel dan gak mau deket-deket sama suaminya. “bau” katanya. Nah, yang paling lumrah adalah seseorang yang ketika belum hamil gak suka sama yang asem-asem seperti sayur asem, nasi asem, opor asem dan (maaf) ketek asem (itumah kayaknya semua orang juga gak suka ya…kecuali sayur asem tentunya), jadi suka mangga muda yang asem. Jadi doyan ngerujak. Nah dengan analogi terbalik, seseorang yang ketika belum hamil sangat seneng mangga muda yang asem, ketika hamil siapa tau jadi gak suka lagi, malah pengen yang manis-manis. Begitu teman-teman dan sahabat saya berspekulasi tentang saya. Benarkah?
Di tahun kedua pernikahan, saya Alhamdulillah hamil. Dan ternyata…analogi terbalik itu salah. Kegemaran saya sama yang asem-asem semakin menjadi. Dan itu di dukung oleh si bibi sayur langganan kami. “Bi, pokoknya kalau nemu yang asem-asem di pasar, bawa aja, pasti saya beli” janji saya. Si bibi pun sumringah. Hampir setiap hari ada saja buah-buahan asem yang di bawanya…kadang kedondong, mangga muda aneka jenis, mericin (sejenis dukuh tapi asem), kementeng, huni (buni), atau kupa (gowok). Dan yang lebih parah lagi, ketika buah-buahan di atas gak ada, si bibi bawain saya jatake(buah gandaria) muda, yang biasanya dipakai untuk campuran sayur asem sebagai pengganti asam jawa.
Anehnya, saya kurang suka petisan, walaupun bukan berarti gak suka. Buah-buahan itu lebih sering saya makan cukup dengan atau tanpa garam. Setelah di cuci, saya kupas, dan langsung di makan. Tak jarang setelah makan saya menjadikannya sebagai desert. Bahkan ketika hamil, buah-buahan itu saya konsumsi anytime…pagi, siang, sore bahkan malem.
Awalnya agak khawatir juga si jabang bayi nanti takut bermasalah dengan lambungnya. Untuk itu saya berusaha imbangi juga dengan makanan bergizi dan susu ibu hamil. Alhamdulillah tidak ada masalah. Badan saya dan bayi saya bertambah tiap bulannya. Udah kayak gajah bengkak deh. Dengan berat badan 66kg saya melahirkan bayi 3,5kg. Emaknya gendut, anaknyapun gendut dan sehat, Alhamdulillah.
Kembali ke mangga muda, sampai sekarangpun hobi saya masih. Hanya saja, sekarang musti agak sembunyi-sembunyi…tau emaknya ngupas mangga muda, Faaza suka mendekati dan minta bagian “dikiiit aja mi…” katanya. Like mother like son hehee.
Tetangga-tetangga saya dulu sudah hafal tentang hobi saya ini. “kalau mau yang asem-asem, di umi mah pasti ada aja”. So, teras saya sering dijadikan ibu-ibu sebagai basecamp untuk mencicipi petis mangga muda atau asinan buah saya. :) Sampai-sampai salah seorang tetangga saya bilang begini: “kalau ada pertandingan lomba memakan mangga muda dalam satu menit, umi Faaza pasti yang menang…”. Ketika saya tanya kenapa sampai seyakin gitu, tetangga sekaligus sahabat saya itu menjawabnya:” karena umi mah makan nya juga teu kireum-kireum…gak kayak yang keaseman…gak kayak orang lain!”, katanya dengan sangat yakin. What?? :)
Ada lagi satu cerita menarik tentang mangga muda ini. Sebagaimana di komplek umumnya…dari pagi hingga malam, jalan di depan rumah tidak pernah sepi oleh lalu lalang penjual keliling. Mulai dari penjual sayur, siomay, BKI alias bubur kacang ijo, bubur ayam, batagor, mie ayam, dan…tukang rujak. Nah ini yang hampir tidak pernah saya lewatkan. Sambil membelikan Faaza sepotong pepaya atau melon, saya liat tempat buah-buahannya, kalau ada mangga muda, baru saya beli rujak. Apalagi kalau yang lewat tukang rujak langganan, tak jarang saya hanya membeli beberapa mangganya saja. Tapi karena sebenarnya tidak diperuntukan untuk dijual terpisah seperti itu, beberapa buah mangga tersebut saya beli dengan harga cukup mahal jika dibandingkan membeli sendiri di pasar. Suatu kali…(nah ini ceritanya), kelompok pengajian yang saya pimpin--terdiri dari 5 orang ibu-ibu, yang salah satunya tengah hamil muda--ngaji di rumah. Selepas kajian, sambil berbincang-bincang hangat, saya dengan bersemangat mengabarkan bahwa saya punya mangga muda dari penjual buah…”mau gak bu”, tanya saya ke seorang ibu yang tengah hamil muda, sambil mengambil mangga tersebut dari dalam kulkas. Ketika ketiga mangga yang masih kecil-kecil itu saya sodorkan, salah satu ibu-ibu hampir berteriak histeris “Ya ampun neng…itu mah bukan mangga muda tapi pentil, di rumah teh Ela mah mohon maaf, biasanya dibuangin…emang neng beli berapa dari tukang buah itu, tau eneng suka mah nanti teh Ela kasih deh mangga mudanya”. Glekk! Tapi sejak saat itu, pasokan mangga muda saya semakin banyak. :)
Dan di sini, diperantauan saya sekarang, Alhamdulillah saya bisa dengan mudah menemukan mangga muda, bahkan yang kecil-kecil. Walaupun harga 1kg nya kalau dirupiahkan bisa untuk membeli 8kg mangga yang sama. Terlebih, salah seorang sahabat saya menempati sebuah villa, yang kebetulan ada pohon mangganya (jarang-jarang lho…),dan kemarin, sekitar sebulan yang lalu, ketika berkunjung ke rumahnya, saya dihadiahi sekantung mangga muda. Ah, Mungkin itu juga salah satu sebab kenapa saya betah mendampingi suami di tanah rantau berpuluh-puluh ribu kilo jauhnya dari tanah air.
So, bagi saya, mangga muda adalah sesuatu yang sensitive. Jangan bilang-bilang anda mempunyai mangga muda kalau gak akan ngasih saya, hehee. Mangga muda membuat saya merasa lebih bersemangat, dan segar. Jika stok mangga muda saya habis, saya pasti meminta suami untuk mengantar saya ke toko yang biasa menjualnya. Ketika sudah ada ditangan, saya hisap wangi khasnya, saya bersihkan, saya kupas, dan Subhanallah…saya merasakan satu lagi nikmat Allah…Ada syukur saya padaNya, dalam setiap potongannya….
“Rabbanaa maa khalaqta haadza bathilaa...”
Qatar, 12 Agustus 2009
Sabtu, 08 Agustus 2009
Rabu, 05 Agustus 2009
Islam Bukan Hanya Arab
Assalamu’alaikum wr. Wb
Sahabat dan teman-temanku…
Banyak yang ingin saya utarakan di sini, terutama tentang kegundahan hati ketika membaca beberapa berita yang ada. Tapi saya konsentrasikan pada satu hal saja dulu. Sumbernya saya tulis di sini:
http://gayahidup.liputan6.com/berita/200907/238920/Jelang.Ramadan.London.Siap.siap.Sambut.Wisatawan.Arab
Sebelumnya saya sampaikan, bahwa yang akan saya utarakan di sini bukan untuk membanding-bandingkan atau membuat citra jelek pada negara tertentu. Saya hanya ingin mengajak teman-teman untuk merenung tentang sebagian potret kaum muslimin sekarang ini.
Hidup di perantauan, beribu-ribu mil jauhnya dari kampung halaman membuat kesan tersendiri untuk saya. Selain lebih mandiri (semua dilakukan tanpa ada asisten) juga saatnya untuk belajar bergaul dengan bermacam etnis yang ada.
Negara tempat kami tinggal sekarang, merupakan salah satu negara yg multikultur. Kita bisa menemukan orang dari semua benua di sini. Jumlah pribuminya hanya sekitar 20% dari total jumah penduduk. Sehingga, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Inggris.
Kesan multicultural akan lebih terasa sekali terutama kalau kita sedang berjalan-jalan di mall. Saat pertama, saya sempat takjub melihat suasana yang ada. Kemewahan bangunannya bisa melupakan bahwa kita ada di negeri tandus. Pengunjung dengan berbagai warna kulit, bahasa dan cara berpakaian membuat kita tidak bosan menatap. Wahai…wanita-wanita dengan busana hitam bercadar dan para lelaki dengan jenggot panjang dan memakai jubah putih serta bersorban kepala yang khas, di sini begitu biasa terlihat. Sama sekali tidak ada kesan angker, ekstrimis apalagi teroris seperti yang di image-kan di Indonesia kepada orang-orang yang berpakaian seperti itu. Mereka malah dengan asyiknya berbelanja, makan makanan fast food dan duduk santai di café kelas atas untuk sekedar minum kopi yang harga satu cangkirnya saja bisa untuk sekali belanja bulanan di Indonesia. Oya, jangan aneh kalau di sini kita biasa melihat orang berbelanja se-trolly penuh. “seperti mau buka warung” kelakar seorang teman.
Dan wahai lihatlah…saya benar-benar takjub (miris?) melihat para wanitanya dengan abaya hitam terbelah depan, menampakkan jelana jeans ketat dengan manik-manik dan sepatu tali hak tinggi, komplit dengan make up tebal dan bibir berpoles lipstick merah. Mereka tidak memakai cadar. Dan konon…inilah wanita pribumi, sedikit dari mereka yang memakai cadar. Mereka kelihatan begitu percaya diri, bak seorang aktris, melangkah anggun dengan jubah yang menyapu lantai.
Hati saya bertambah miris ketika menyaksikan di televisi, yang kebetulan bisa menangkap siaran dari berbagai Negara di Timur Tengah, bagaimana artis-artis mereka, film-filmnya, dan nyanyian-nyanyiannya…sungguh banyak yang tidak mencerminkan agama Islam yang mulia. Kenapa saya miris? Karena mereka berbahasa arab, berbahasa Islam yang agung. Ketika ini saya utarakan ke suami, beliau berkata bahwa di Timteng ini tidak semua yang berbahasa arab itu beragama Islam, itu adalah bahasa keseharian mereka. Iya sih…sayapun tau itu, tapi kok tetep miris….
Hal lain yang menggangu benak saya adalah tentang gossip artis Indonesia, seorang vokalis band terkenal, yang diduga melakukan KDRT terhadap mantan Istrinya. Di situs detik.com, di kolom komentarnya ada yang menulis kurang lebih seperti ini : “Nyanyiin lagu-lagu rohani, kelakuan udah kayak orang-orang arab yang nyiksa para TKW…”
Ketika membaca itu, miris…miris hati saya. Saya sakit hati dengan semua itu, saya gak bisa terima. Bagi saya, ajaran Islam begitu mulia…begitu agung karena turun dari Tuhan Pencipta kita, Allah SWT.
Yang saya tau, Islam bukan hanya Arab. Dan Islam tidak bisa diidentikan hanya dengan itu. Orang Arab tidak semuanya beragama Islam seterang orang Islam tidak hanya Arab. Orang Arab tidak bisa dijadikan tolak ukur bagaimana sesungguhnya Islam itu, karena Al Quran dan hadistlah tolak ukur kita. Tidak ada kelebihan bangsa Arab dan bukan Arab kecuali dengan takwanya.
Berikut kutipan Khutbah Rasulullah SAW ketika haji wada:
“Wahai manusia! Sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, dan sesungguhnya kalian berasal dari satu bapak. Kalian semua dari Adam dan Adam terjadi dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian semua di sisi Tuhan adalah orang yang paling bertakwa. Tidak sedikit pun ada kelebihan bangsa Arab dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa”.
Subhanallah, dari dulu sampai sekarang banyak diantara mereka yang hafidz Al Quran dan menjadi ulama dunia yang terkemuka. Tapi saya melihat sendiri, sekarang ini ada juga yang masih tertatih-tatih membaca Al Quran. Memakai busana muslim dan muslimah ada yang memang benar-benar karena kewajiban, ada juga yang hanya sebagai identitas diri. Sering saya satu tempat shalat dengan para muslimahnya, dan sama sebagaimana kita, ada yang shalatnya baik ada juga yang terkesan asal. Allahu’alam, tapi itulah yang terlihat.
Saya jadi teringat yang dikatakan Pak Ustadz ketika pengajian IndoQAPCO. Bahwa Surga itu milik semua…terbuka untuk semua. Bukan milik para ulama, atau para ustadz dan ustadzah, bukan milik yang berjenggot panjang…tapi milik siapa saja yang beriman dan beramal shalih.
Lantas kenapa sekarang bangsa Arab tidak bisa dijadikan lagi tolak ukur keislaman? Padahal tanah mereka adalah tanah para nabi, bahasa sehari-hari mereka adalah bahasa Islam yang agung. Menurut hemat saya setidaknya karena 2 hal. Yang pertama karena ada pencitraan negative dan yang kedua gazwul fikri dan gazwuts Tsaqafi.
Dengan pencitraan negative oleh musuh-musuh Islam, menghasilkan kesan orang-orang Arab itu barbar, militan, ekstrimis, teroris, keji, suka liwath, sering meyiksa dan memperkosa TKW. Dan dengan gazwul fikri dan gazwuts Tsaqafi efeknya lebih parah lagi. Dan menyangkut hampir semua bidang kehidupan. F3 alias Food, Fashion and Fun yang ada di barat, ada juga di dunia Islam. Belum lagi segala bentuk pemikiran-pemikiran baru yang bersumber dari luar Islam mulai diadopsi. Bagaimana mereka menjalankan ekonominya, mengatur negaranya dan bergaul dengan negara-negara tetangganya tidak terlepas dari faham-faham yang dianggap agung oleh barat dan musuh-musuh Islam. Kapitalisme dan sekularisme telah diadopsi oleh hampir seluruh kaum muslimin sekarang ini. Penyakit wahn yang sudah wanti-wanti diingatkan Rasulullah SAW, mulai menjalar tanpa terasa. Umat kian bingung membedakan antara Hadharah dan Madaniah.
Gazful fikr dan gazwuts Tsaqafi ini lebih hebat pengaruhnya bagi umat Islam, karena telah berhasil memisahkan umat dari syaksiah Islamiyahnya. Mereka masih muslim tapi cara mereka bergaul, bermu’amalah, berpolitik dan berfikir ketika mencari solusi atas masalah-masalahnya, rujukannya bukan Islam. Islam hanya menjadi agama ritual saja dan tidak dipakai sebagai konsep untuk menyelesaikan problematika kehidupan.
Sesungguhnya setiap pribadi muslim dituntut untuk mempunyai Syakhsiah Islamiyah (kepribadian Islami), yang terbentuk dari aqliyah Islamiyah (pola fikir yang Islami) dan nafsiyah Islamiyah (pola sikap yang Islami). Mempunyai pemikiran-pemikiran Islami, dan bertingkah laku serta bersikap yang Islami sesuai dengan pemikirannya tersebut. Bahasa sederhananya adalah Ilmu dan amal. “Al Ilmu bilaa ‘amalin kassajari bilaa tsamar” ilmu tanpa amal bagaikan pohon tak berbuah…dan amal tanpa ilmu akan menghantarkan kita pada kesesatan.
Tapi bukan berarti orang yang bersyakhsiyah Islamiyah tidak akan pernah berbuat salah dan dosa. Manusia bukanlah malaikat. Manusia tempatnya salah dan lupa. Asal kemudian dia bertaubat dan memohon ampun pada Allah SWT. Rasullullah pernah bersabda" Setiap anak adam pasti pernah berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang bertaubat (HR.At-tirmidzi dan Ibnu Majah dari Anas).
Jadi permasalahannya adalah bukan Arab atau non Arab, tapi seberapa jauh seseorang faham dan mengamalkan agamanya. Bersyaksiyah Islamiyah dan menjadikan Islam sebagai kaidah dan qiyadah dalam berfikir dan berbuat. Tidak masalah apakah ia orang arab atau bukan, di hadapan Allah semua sama. Terlebih Islam melarang kita untuk ashabiyah, dan berjuang untuk ashabiyah. Semua orang Islam adalah satu karena diikat oleh aqidah yang satu. Semua orang Islam bersaudara dan diikat dengan ikatan ukhuwah Islamiyah.
Pertanyaannya kemudian, kenapa sampai terjadi stereo negative dan gazwul fikri serta gazwuts Tsaqafi terhadap kaum muslimin?
Ini tidak lain karena 3 pilar pembentukan masyarakat yang Islami telah lemah. Ketakwaan Individunya lemah, kontrol dari masyarakatnya juga lemah. Terlebih tidak ada Negara yang benar-benar care terhadap kondisi kaum muslimin sekarang ini. Umat Islam lemah, tidak bersatu dan mudah untuk diadu domba. Masing-masing kelompok, curiga dengan kelompok lainnya. Masing-masing negara, curiga dengan negara lainnya. Padahal agama kita sama, panduan hidup kita sama Al Quran dan Al hadist. Terlebih kita menyembah kepada Dzat Yang Satu, Allah SWT. Seharusnya kita bisa bersatu.
Terakhir untuk semua, stop pendiskreditan terhadap umat Islam, jangan mengeneralisir hanya karena ada sebagian umat Islam yang sudah luntur keislamannya atau bahkan menyimpang dari ajaran Islam yang agung. Terapkan syariat Islam di seluruh bidang kehidupan, dan perkokoh ketiga pilar pembentukan masyarakat Islam, agar agar hidup kita berkah dalam ridhaNya. Dan secara individu, mari bentuk kepribadian kita menjadi kepribadian Islam yang tangguh dan berpengaruh. Tingkatkan aqliyah kita dengan tsaqafah-tsqafah Islam dan latih nafsiyah kita dengan lebih meningkatkan ketaatan kita kepada Allah SWT. Insya Allah dengan begitu, Islam dan kaum muslimin akan kembali mulia, seperti sejatinya.
Allahu A’lam.
Sabtu, 27 Juni 2009
Hari kemarin itu...
Assalamu’alaikum teman-teman….saya ingin berbagi cerita.
Subhaanallah, kemarin hari yang sangat berarti bagi saya. Hari itu saya belajar tentang kuasa Allah dan hikmah kehidupan.
Sore kemarin saya ke Souq As Syria (orang kita biasa menyebutnya Sukasirih—entah kenapa, mungkin biar serasa Indonesianis he..he ) untuk membeli daging sapi. Souq Assyiria adalah kawasan pertokoan segala macam kebutuhan, tak heran hari libur begini kawasan tersebut macet dan susah mencari tempat parkir (harus cari parkir sendiri, gak ada tukang parkir seperti di Indo). Setelah mencari-cari parkiran hampir setengah jam lamanya, Alhamdulillah akhirnya dapat juga, disamping sebuah Rawnaq (toko buku), di depan Money Changer. Dan kami benar-benar merasa beruntung karena pas di depan money changer itu ada sebuah ATM. Sebelum belanja, kami bermaksud mengambil uang dulu. Kebetulan kartu ATM ada di dompet saya, maka sayalah yang maju. Dengan tanpa melihat dulu layar monitor (cuaca masih panas, agak silau), saya masukkan kartu. Tapi kemudian macet, monitor ternyata error dan kartu tertelan. Ya Ilahi…akhirnya suami menelepon costumer servis dan ternyata kartu yang tertelan baru bisa kembali setelah 7 hari. Innalillahi, mana di dompet kami hanya ada beberapa real saja. Tapi kemudian kami agak lega saat tau masih bisa mengambil uang dengan buku.
Berkali-kali saya minta maaf, suami saya hanya bilang “lain kali mesti lebih hati-hati lagi…diliat dulu yang benar…” (cool banget). Beberapa orang yang bermaksud ambil uang juga, datang menghampiri dan bertanya kenapa? Is it work? Dll. Di tengah kebingungan begitu ada seseorang (sepertinya Bangladesh atau India) yang memakai baju seragam (saya awalnya kurang memperhatikan seragamnya), dia menghampiri kami dan bertanya kenapa sambil mengecek monitor. “masih butuh waktu” katanya. “Cari ATM lain”, katanya lagi. “Tapi kartu saya tertelan” kata suami. “Oh, siapa namamu”, katanya sambil masuk ke dalam gedung money changer. Setelah di jawab, kamipun mengikutinya ke dalam. Ternyata dia adalah petugas servis ATM, dan kartu ATM yang tertelan bisa dengan mudah dia ambil. “still servis” katanya tersenyum. Sontak kamipun berterimakasih berkali-kali, yang dibalas dengan senyuman tulus. Subhaanallah…
Ditengah kecemasan dan perasaan bersalah yang menumpuk. Ditengah panasnya udara summer yang membuat tubuh cepat letih. Dan ditengah kebingungan mesti melakukan apa. Ditengah awan mendung dan kesuraman kami, Allah menolong kami dan membalikkan semua keadaan…Subhaanallah walhamdulillah walaa ilaaha illallah Allahu Akbar!
Ya Allah, betapa gagahnya Engkau… Kau ciptakan pelangi setelah hujan, hujan setelah kekeringan, hembusan angin ketika panas menyengat, malam dan siang, matahari serta bintang, dan semua yang membuat kami sadar akan keagunganMu.
Kau selalu memberikan perlindungan dalam ketakutan-ketakutan kami, jawaban dari kegelisahan-kegelisahan kami. Kau selalu mendengar pengaduan kami, keluh kesah kami, dan do’a-do’a kami.
Kau selalu mendengar, selalu menjawab, selalu melindungi, dan selalu mengabulkan segala permohonan, walaupun telah banyak maksiat yang kami lakukan. Walaupun banyak dosa yang belum kami Istigfarkan.” Ya Ilahi…ampuni kami…” dalam do’a dan keharuan, syukurku tak terhingga.
Petualangan dilanjutkan dengan mencari lagi mesin ATM. Ditengah udara sore saat summer begini, berjalan kaki seperti mandi sauna (bagus untuk saya he3) . Lumayan cukup lama kami berjalan (pipi faaza udah kemerahan), sebelum akhirnya menemukan mesin ATM dan membeli beberapa kilo daging. Alhamdulillah…
-----------
Malam selepas Isya kami bersilaturahmi ke rumah seorang teman yang baru datang dari Indo untuk mengisi liburan anak-anaknya. Sekalian ambil titipan teri medan dan baso super (jadi malu nih), juga berbagi siomay yang saya buat tadi siang. Saya datang bersama 2 keluarga lain. Ditengah asyiknya ngobrol ngalor ngidul, tiba-tiba bel pintu berbunyi dan satu keluarga dengan 2 anak laki-laki balita, datang berkunjung. Sang istri bergabung dengan kami para istri. “Siapa nih, belum kenal” bisik hati saya. “Dengan ibu siapa ini ya…baru ketemu” kata saya sambil salaman dan cipika cipiki. Belum terjawab pertanyaan, mata kami beradu pandang…Ya Ilahi…tubuh mungil, putih, dengan bentuk muka yang khas…tidak salah lagi, dia, pasti dia…
“Dyah…?” kata saya. Seperti saya, diapun terlihat kaget dan menyebutkan nama saya. Sekali lagi, kamipun berpelukan, kali ini lebih lama. Ternyata sahabat saya itu sudah hampir 2 tahun di sini, suaminya satu tempat kerja dengan abinya Faaza. Mereka bahkan sudah saling kenal, tanpa mengetahui istri-istri mereka adalah sahabat lama. Dyah udah punya 2 anak sekarang, usia 2 tahun dan hampir satu tahun. Sayapun mengenalkan anak semata wayang saya, Faaza yang sudah berusia 4 tahun dan sampai sekarang masih menunggu adik. :)
Malam itu, saya bertemu sahabat saya yang hampir 9 tahun tidak bertemu. Sahabat saat kuliah dulu, saat masih kurus dulu he3. Terbayang dulu saat kami berdua membagi-bagikan undangan pengajian ke komplek-komplek. Terbayang saat kami berdua berusaha mengantarkan surat izin tempat untuk sebuah acara. Terbayang saat kami ditolak oleh seorang bapak ketua DKM di sebuah perumahan elit karena disangka yang minta-minta sumbangan. “Maaf-maaf ya neng”, katanya sambil menepis-nepiskan tangan. Setelah dengan susah payah kami menerangkan maksud kedatangan kami, dan saya sodorkan kartu mahasiswa saya, si bapakpun mau menerima kami. Ah…
Ingat Dyah, ingat juga kelurganya yang baik. Ibu-bapaknya yang guru, kakak-kakanya yang shalihah dan adik bungsunya yang cantik. Sudah sering saya ke rumahnya dan mencicipi lezatnya masakan ibunya. Kulit tangkil dan tempe yang dimasak pedas manis…eumm.
Suatu kali, Dyah mengajak saya ke kebun kacang. “kita panen kacang yuk, mau gak?” katanya. Tentu saya iyakan, well…kacang rebus salah satu makanan paforit saya. Dengan sekali naik angkot, dan berjalan sebentar, kamipun sampai. Dan yang takkan terlupakan, kami 2 orang gadis kurus dengan jubah dan kerudung panjang, melepas kaos kaki dan langsung terjun ke medan pertempuran…eh, kebun kacang. Dengan semangat ’45 kami memanen kacang tanah dengan tangan kami sendiri, hanya berbekal pisau dapur. Tidak semua, hanya terkumpul sekita 5-6 kg saja, tenaga kami sudah terkuras. Dan hari itu, kami menikmati kacang rebus hasil panenan kami. Subhaanallah…
Hari kemarin, hari yang sangat berarti buat saya, hari saya benar-benar merasa Allah begitu dekat dengan saya. Allah selalu melindungi saya. Dan pertemuan saya dengan sahabat lama saya, lebih meyakinkan saya bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ini jika kita beriman dan bertakwa…Amin. Jadi inget nasyidnya Raihan tentang Ash Habul Kahfi…”Laisa Filkauni muhallun ‘alaih, idza aamanna wattaqau…”
Al Wakrah, Qatar 26 Juni 2009
Kamis, 14 Mei 2009
Takut Kepada Allah
Definisi
Rasa takut merupakan manifestasi naluri mempertahankan diri (garizah baqa’) yang merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Dan sebagaimana naluri, rasa takut ini tidak akan muncul dengan sendirinya kecuali ada faktor yang membangkitnya, baik berupa fakta terindera ataupun pemikiran. Pada kondisi-kondisi tertentu rasa takut ini memang harus ada dan diadakan. Tapi dalam kondisi lain, rasa takut ini tidak boleh ada dan harus dihilangkan. Dengan pemahaman yang benar, kita akan mengetahui, mana yang harus diadakan dan mana yang harus dihilangkan. Rasa takut terhadap bahaya yang memang benar-benar menbahayakan adalah sesuatu yang bermanfaat dan harus ada. Rasa takut kepada Allah dan adzabNya adalah perkara yang bermanfaat dan harus ada, agar kita senantiasa melaksanakan perinta-perintahNya dan menjauhi larangan. Agar kita takut untuk berbuat dosa dan bermaksiat padaNya. Rasa takut seperti ini jika senantiasa ada pada jiwa manusia, akan membuat kita senantiasa berada dijalan lurus, terikat dengan syariatNya.
Takut kepada Allah merupakan kewajiban.
Dalilnya di dalam al-Quran dan as-Sunah sangat banyak, diantaranya:
1.“…janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu
benar-benar orang yang beriman”. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 175)
2.Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi)
takutlahKepadaKu. (TQS. al-Mâidah [5]: 44)
3.Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, … (TQS. al-Anfâl [8]: 2)
4.Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu
adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika)
kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari
anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu
lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan
tetapi azab Allah itu sangat keras (TQS. al-Hajj [22]: 1-2)
5.Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri
dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang
cukup menyibukkannya. TQS. ‘Abasa [80]: 34-37)
6.Diriwayatkan dari an-Nu’man bin Basyir ra. ; aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda: Sesungguhnya azab yang paling ringan dari penghuni neraka pada hari
kiamat ialah seorang yang diletakkan pada kedua telapak kakinya sepotong bara api
yang menyebabkan otaknya mendidih. (Mutafaq ‘alaih)
7.Dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Kelak manusia akan
berdiri menghadap Tuhan Semesta Alam, hingga salah seorang dari mereka tenggelam
dalam keringatnya sampai ke paras kedua telinganya. (Mutafaq ‘alaih)
8.Dari Anas ra., ia berkata; Rasulullah saw. pernah berkhutbah yang aku tidak pernah
mendengar khutbah seperti itu selamanya. Rasulullah saw. Bersabda: Jika kalian
mengetahui apa yang aku ketahui, maka niscaya kamu akan sedikit tertawa dan banyak
menangis. Kemudian para sahabat Rasulullah saw. menutup wajah mereka dan mereka
menangis tersedu-sedu. (Mutafaq ‘alaih)Balasan Bagi yang takut kepada Allah
• Dalam hadist qudsi Nabi saw. Bersabda: Allah SWT berfirman: Demi kemulian-Ku, Aku
tidak akan menghimpun dua rasa takut dan dua rasa aman pada diri seorang hamba.
Jika ia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku akan bemberikannya rasa aman di hari
kiamat. Jika ia merasa aman dari-Ku di dunia, maka Aku akan memberikan rasa takut
kepadanya di hari kiamat. (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).
• Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. (TQS. ar-
Rahmân [55]: 46)
• Dari Abû Hurairah ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Allah
berfirman, “Jika hamba-Ku bermaksud melaksanakan maksiat, maka janganlah ditulis
hingga ia melaksanakannya. Jika ia melakukannya, maka tulislah kesalahaan itu
dengan satu kesalahan. Jika ia meninggalkannya karena Aku, maka catatlah sebagai
sebuah kebaikan. Jika hamba-Ku bermaksud melaksanakan sebuah kebaikan tapi ia
belum sempat melaksanakannya, maka catatlah sebagai sebuah kebaikan. Jika ia
melakukannya, maka catatlah sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali
lipat. (Mutafaq ‘alaih)
• Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan- Nya, pada hari
yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu …(salahsatunya) Seorang lelaki
yang diajak seorang perempuan cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia
berkata, “Aku takut kepada Allah!”. (Mutafaq ‘alaih)
Bagaimana untuk memunculkan rasa takut kepada Allah ?
1.Refresh keimanan kita dengan selalu mentadaburi dan mentafakuri alam, mengkaji Al
Quran, dan bermuhasabah diri.
2.Pertebal keimanan kita kepada hari pembalasan.
3.Ihsan
4.Tingkatkan frekuensi ibadah
Khatimah
Rasa takut bisa menjadi hal yang berbahaya dan bisa menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat bagi manusia. Agar manusia bisa menghindarkan diri dari bahaya rasa takut, dan agar bisa menikmati manfaatnya, ia wajib menyesuaikan rasa takutnya dengan pemahaman-pemahaman yang benar, yang tidak lain, pemahaman Islam.
Langganan:
Postingan (Atom)