Sabtu, 21 Maret 2009

Melepas Faaza Sekolah

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokaatuh.
Ibu yang shalihah…Insya Allah 5 april Faaza mulai masuk sekolah (Nursery).Karena ini yang pertamakali untuk kami, jadi exciting juga. Masih terbayang 3,8 tahun yang lalu, bayi yang kami nantikan kurang lebih 2 tahun, atas izin Allah SWT lahir ke dunia, lewat operasi Caesar.


Eumh, Faaza Fauzan Azhiima, saya kutip dari akhir ayat 71 surat Al Ahzab [33]. Faaza adalah Fiil madi yang berarti telah menang. Yang saya tau, merupakan asal kata dari nama-nama seperti Faaiz (isim fail dari Faaza) yang berarti orang yang menang, dan Fauzi yang berarti kemenanganku. Faaza Fauzan Azhiima artinya Menang dengan kemenangan yang agung.

Semua orang tua pasti mempunyai harapan terbaik kepada putera puterinya. Dan dengan nama itu kami berharap anak kami menjadi penerus perjuangan umat, pembawa tongkat estafet dakwah, generasi yang akan mengembalikan Islam dan kaum muslimin pada kemuliaan. Amin. Cita-cita yang sangat tinggi, tapi cita-cita memang harus tingi bukan…


Ada anak yang selalu lendotan sama ibunya. Kemana ibunya pergi, ia akan ikut. Sampai-sampai ibunya mau ke kamar mandipun ia ingin ikut. Ketika berhadapan dengan orang baru atau lingkungan baru, butuh waktu cukup lama untuk beradaptasi. Faaza sebaliknya. Dia berani dan supel. Jika kita berjalan kaki, dia tidak mau dituntun. Tangan kita akan ditepisnya. Sekuat apa kita memegang, sekuat itu pula dia melepaskan diri. Dan sepertinya dia tidak bisa berjalan…tapi selalu berlari . Tapi, ketika bertukar pengalaman dengan ibu-ibu lain, khususnya yang mempunyai anak laki-laki, ternyata memang hampir semua anak seperti itu. Ya, kita memang musti ekstra sabar dan ekstra hati-hati.

Sengaja saya memilih sekolah yang paling dekat dengan rumah. Sekitar 1 km, agar Faaza tidak perlu naik school Bus. Rasanya masih khawatir melepas anak sendirian ke sekolah.InsyaAllah Faaza akan diantar jemput oleh seorang Mrs asal Pakistan, bersama 4 orang temannya yang lain.

Duh Ibu, rasanya ingin sekali saya mengantar jemput Faaza setiap hari. Menungguinya di luar ketika ia belajar, dan pulang bersama-sama, seperti TK di Indonesia. Tapi disini, anak tidak boleh ditunggui. Dan untuk mengantar jemput sendiri, saya belum punya SIM. Disini tidak bisa sembarang orang menyupir, jika tertangkap, bisa dideportasi.

Sebenarnya tidak ada yang perlu saya khawatirkan, Faaza sudah ingin sekolah, sayapun sudah melatihnya toilet training. Faaza supel dan cepat untuk beradaptasi. Tapi tetap sulit sekali bagi saya untuk melepasnya, tanpa bisa melihat dan memperhatikannya. walau hanya untuk 3 jam (jam 11 sudah pulang). Tapi saya sadar, memang sudah saatnya anak kita dilatih mandiri, menghadapi dunianya sendiri. Mungkin semua ibu pernah merasakan seperti yang saya rasakan sekarang. Betapa beratnya hati kita melepas anak kita untuk pertamakalinya bersekolah. Saya mohon masukan dari ibu-ibu untuk meredakan kekhawatiran ini... Syukran.

3 komentar:

  1. Alhamdulillah, adik Faaza dah mau sekolah ya... semoga tambah sholih, tambah pinter dan tambah mandiri ya...amiin...:)

    BalasHapus
  2. Assalamu'alaikum

    Ini pengalaman dari seorang abi, bukan seorang ummi. Anak saya Faiz, juga dinilai oleh Dokter Anak langganan kami sebagai anak yang hyperaktif. Kalau mau cerita sih panjang sekali. Mulanya kami takut Faiz menjadi autis, sampai 23 bulan 29 hari belum bisa bicara seperti anak sebayanya. Alhamdulillah pada usia 24 bulan, ia bisa bicara meski hanya menyebut 'abi', 'ummi'.
    Faiz juga hampir mirip dengan putra ibu - tapi ia sepertinya introvet (pendiam)-. Tidak mau digandeng/dituntun, kecuali di jalanan ramai dan padat, itupun dengan memberi pengertian yang panjang!

    Sekarang dia sudah kelas 1 SD. Awal TK ia juga tidak ditunggui. Ia mudah bergaul dan banyak temannya.

    Setiap ortu pasti khawatir jika 'melepas' anaknya untuk pertama kali memasuki dunia sekolah. Tapi kita akan gembira ketika ia bisa mandiri dan menjadi dirinya sendiri. Ibu bisa minta kontak person kepada pengelola sekolah sekedar untuk memonitor qurata a'yun Ibu.

    yah... itu sekelumit pengalaman seorang ayah.
    Allahu bis shawab.

    Salam.

    BalasHapus
  3. @ Umi Rina : Iya, Amin umi....terimakasih untuk do'anya.

    @Willis koes : Subhanallah...terimakasih sudah sharing dan masukan sarannya. Iya memang ya, semua ortu pasti merasa seperti yang saya rasakan. Kalau mereka bisa mengatasi khawatirannya, saya pun bisa Insya Allah...Jazakallah pak...

    BalasHapus