Jumat, 14 Agustus 2009

Saya dan Mangga Muda




Sejak kecil saya sudah senang sama yang namanya mangga muda. Warnanya yang hijau…aromanya yang khas, kulit dagingnya yang berair…selalu saja mengundang selera. Jika ada yang memberi pilihan untuk saya apakah mending dikasih mangga muda atau mangga mateng yang harum dan manis, maka sudah pasti saya menjawab: “mangga muda please…” :)

Entahlah kenapa saya sukaaa sekali sama mangga muda. Mungkin karena dulu beberapa tahun saya sempat di asuh bibi (adik ibu) yang ketika itu masih gadis, sementara orangtua beserta adik saya merantau ke pulau seberang. Nah, bibi saya ini senang sekali mangga muda, berawal dari sanalah saya mulai ikut-ikutan suka. Seingat saya dulu, mamah (panggilan saya ke ibu)begitu cerewet dan ekstra hati-hati kalau saya makan mangga muda, karena sejak kecil dulu saya sering sakit-sakitan. Ketika SD hampir setiap kenaikan kelas, setelah ujian, saya sakit. Maag dan Thypus saya, sering kambuh. Badan saya kerempeng, tinggi dan item hehee…pokoknya UDIN deh, Udah Dekil Item, idup lagi :) Wajar jika mamah marah besar kalau ketahuan saya nekad makan mangga muda.

Tapi, seperti kata orang-orang bilang, semakin dikekang, semakin gak boleh, saya malah semakin menjadi-jadi sukanya. Terlebih saya sering berkomplot dengan adik dan teman-teman tanpa sepengetahuan mamah. Adik saya misalnya menyelundupkan mangga muda dari temen untuk saya makan ketika masih terbaring sakit. Atau diam-diam dia ambil mangga muda bibi untuk diberikan pada saya. Tentu saja saya senang, bayangkan, lagi sakit, makan apapun rasanya pahit…eneg,pengennya yang seger-seger…bagi saya apalagi kalau bukan mangga muda itu. Sering persekongkolan kami terbongkar, sampai mungkin karena saking jengkelnya, mamah menghadiahi kami tamparan di kaki kami. Tapi kami gak jera tuh…

Karena melihat anaknya masih saja sering nyuri-nyuri makan mangga muda di belakangnya, dan baru ketahuan kalau maagnya udah kambuh, akhirnya mamah menyerah dengan syarat: Harus sudah makan, jangan malem-malem, jangan banyak-banyak…dan jangan dapet nyolong hehee…

Sayapun setuju. Mulai saat itu, hobi saya makan mangga muda semakin menjadi…tapi kali ini lebih bertanggungjawab (cailee…), saya tidak mau menghianati kepercayaan mamah. Dan terlebih…saya tidak ingin diancam somasi yang ujungnya kemerdekaan saya untuk memakan mangga muda kesukaan saya itu terampas.

Ada banyak kisah yang mengiringi seputar mangga muda ini. Mulai dari selalu berusaha menjalin persahabatan dengan teman yang mempunyai pohon mangga biar ketika maen ke rumahnya atau ketika panen, bisa kebagian…hehe. Jangan bilang saya memanfaatkan ya, karena ini simbiosis mutualisme kok…karena dari cerita-cerita dan harapan saya, dia jadi lebih bersyukur : “Alhamdulillah…saya punya pohon mangga, saya bisa berbagi dengan teman, dan kalau mau ngerujakpun tinggal ngambil…gak perlu keluar modal. Alhamdulillah…Alhamdulillah…” (ngeles).

Sekali waktu saya diajak orangtua ke saudara jauh. Ketika melihat di depan rumahnya ada pohon mangga yang sedang berbuah, hati saya terkesiap…lansung ngences! Dan sayapun berbisik ke mamah untuk memintakan mangga kepada si empunya rumah. “Oh, belum pada mateng…masih kecil-kecil”, katanya sambil tersenyum. Saya langsung menjawab : “saya lebih suka yang kecil-kecil kok, yang masih muda”. “Tapi kan asem” (maksudnya mungkin sayang kalau diambil). “justru saya suka yang asem”. Akhirnya kami pun pulang dengan membawa beberapa mangga muda yang masih mengeluarkan getah dari pangkal buahnya.

Yang lebih seru, Jika kebetulan saya lewat di depan pohon mangga yang berbuah…saya tak bisa menahan diri untuk mendongak ke atas…kea rah mangga yang masih hijau segar. Kemudian mata saya mengarah ke bawah, ke sekitar pohon, mencari-cari siapa tau apa ada mangga yang masih agak kecil-kecil jatuh. Dan ketika menemukan itu, walau hanya setengah kepalan tangan, saya memungutnya, betul-betul memungutnya! dengan hati yang seakan-akan mendapat hadiah istimewa dari seseorang.

Oya, teman-teman dan sahabat-sahabatku, ketika saya berbicara tentang mangga muda, yang harus anda bayangkan adalah…yang fresh langsung dari pohonnya (terlihat dari leleran getah di pangkal buahnya dan kulitnya masih hijau mulus), yang bau harum khas mangga mudanya masih menyengat, dan ini yang penting…jika dipotong dua, biji buahnya ikut ke potong dan daging buahnya putih segar. That’s ideal.

Eum…saking seringnya saya memakan permacam-macam jenis mangga muda…--walaupun saya tak tau banyak soal nama-namanya--saya jadi tau apakah buah ini masih muda atau tidaak…kalau dipotong, bijinya masih bisa ikut kepotong atau sudah keras. Saya bisa tau itu hanya dengan melihat bentuk buah dan warna kulitnya saja. Hebat ya hihihiii…

Beranjak dewasa, ketika kuliah, ketika saya mulai mempunyai uang saku sedikit dari hasil mengajar dan memberikan les privat, saya terkadang ke pasar sendiri mencari mangga muda. Sering si penjual iseng bertanya : lagi hamil muda ya bu…”. Mungkin karena melihat jubah yang saya pakai, saya hanya menjawabnya dengan senyum.

Itu dulu, sebelum saya menikah. Setelah menikah, hobi saya ini semakin menjadi. Tau dong kenapa…Ya, selain badan saya mulai ndut dan melebar, saya sudah terhindar dari maag dan thypus (konon itu penyakitnya orang-orang kurus), suamipun rela mengantar ke pasar dan mengeluarkan uangnya untuk memanjakan istrinya dengan mangga muda dan buah-buahan asem yang lain seperti huni (buni), dan kupa (gowok). Kalau sudah begitu, saya merasa orang paling kaya di dunia…hehee

Ada yang bilang ketika hamil karena factor hormonal, kita kadang agak bertingkah aneh. Makanan kegemaran malah justru jadi bikin kita eneg. Wewangian menjadi seakan berubah bau yang menyengat ketika kita cium. Malah ada cerita temen yang jadi sebel dan gak mau deket-deket sama suaminya. “bau” katanya. Nah, yang paling lumrah adalah seseorang yang ketika belum hamil gak suka sama yang asem-asem seperti sayur asem, nasi asem, opor asem dan (maaf) ketek asem (itumah kayaknya semua orang juga gak suka ya…kecuali sayur asem tentunya), jadi suka mangga muda yang asem. Jadi doyan ngerujak. Nah dengan analogi terbalik, seseorang yang ketika belum hamil sangat seneng mangga muda yang asem, ketika hamil siapa tau jadi gak suka lagi, malah pengen yang manis-manis. Begitu teman-teman dan sahabat saya berspekulasi tentang saya. Benarkah?

Di tahun kedua pernikahan, saya Alhamdulillah hamil. Dan ternyata…analogi terbalik itu salah. Kegemaran saya sama yang asem-asem semakin menjadi. Dan itu di dukung oleh si bibi sayur langganan kami. “Bi, pokoknya kalau nemu yang asem-asem di pasar, bawa aja, pasti saya beli” janji saya. Si bibi pun sumringah. Hampir setiap hari ada saja buah-buahan asem yang di bawanya…kadang kedondong, mangga muda aneka jenis, mericin (sejenis dukuh tapi asem), kementeng, huni (buni), atau kupa (gowok). Dan yang lebih parah lagi, ketika buah-buahan di atas gak ada, si bibi bawain saya jatake(buah gandaria) muda, yang biasanya dipakai untuk campuran sayur asem sebagai pengganti asam jawa.

Anehnya, saya kurang suka petisan, walaupun bukan berarti gak suka. Buah-buahan itu lebih sering saya makan cukup dengan atau tanpa garam. Setelah di cuci, saya kupas, dan langsung di makan. Tak jarang setelah makan saya menjadikannya sebagai desert. Bahkan ketika hamil, buah-buahan itu saya konsumsi anytime…pagi, siang, sore bahkan malem.

Awalnya agak khawatir juga si jabang bayi nanti takut bermasalah dengan lambungnya. Untuk itu saya berusaha imbangi juga dengan makanan bergizi dan susu ibu hamil. Alhamdulillah tidak ada masalah. Badan saya dan bayi saya bertambah tiap bulannya. Udah kayak gajah bengkak deh. Dengan berat badan 66kg saya melahirkan bayi 3,5kg. Emaknya gendut, anaknyapun gendut dan sehat, Alhamdulillah.

Kembali ke mangga muda, sampai sekarangpun hobi saya masih. Hanya saja, sekarang musti agak sembunyi-sembunyi…tau emaknya ngupas mangga muda, Faaza suka mendekati dan minta bagian “dikiiit aja mi…” katanya. Like mother like son hehee.

Tetangga-tetangga saya dulu sudah hafal tentang hobi saya ini. “kalau mau yang asem-asem, di umi mah pasti ada aja”. So, teras saya sering dijadikan ibu-ibu sebagai basecamp untuk mencicipi petis mangga muda atau asinan buah saya. :) Sampai-sampai salah seorang tetangga saya bilang begini: “kalau ada pertandingan lomba memakan mangga muda dalam satu menit, umi Faaza pasti yang menang…”. Ketika saya tanya kenapa sampai seyakin gitu, tetangga sekaligus sahabat saya itu menjawabnya:” karena umi mah makan nya juga teu kireum-kireum…gak kayak yang keaseman…gak kayak orang lain!”, katanya dengan sangat yakin. What?? :)

Ada lagi satu cerita menarik tentang mangga muda ini. Sebagaimana di komplek umumnya…dari pagi hingga malam, jalan di depan rumah tidak pernah sepi oleh lalu lalang penjual keliling. Mulai dari penjual sayur, siomay, BKI alias bubur kacang ijo, bubur ayam, batagor, mie ayam, dan…tukang rujak. Nah ini yang hampir tidak pernah saya lewatkan. Sambil membelikan Faaza sepotong pepaya atau melon, saya liat tempat buah-buahannya, kalau ada mangga muda, baru saya beli rujak. Apalagi kalau yang lewat tukang rujak langganan, tak jarang saya hanya membeli beberapa mangganya saja. Tapi karena sebenarnya tidak diperuntukan untuk dijual terpisah seperti itu, beberapa buah mangga tersebut saya beli dengan harga cukup mahal jika dibandingkan membeli sendiri di pasar. Suatu kali…(nah ini ceritanya), kelompok pengajian yang saya pimpin--terdiri dari 5 orang ibu-ibu, yang salah satunya tengah hamil muda--ngaji di rumah. Selepas kajian, sambil berbincang-bincang hangat, saya dengan bersemangat mengabarkan bahwa saya punya mangga muda dari penjual buah…”mau gak bu”, tanya saya ke seorang ibu yang tengah hamil muda, sambil mengambil mangga tersebut dari dalam kulkas. Ketika ketiga mangga yang masih kecil-kecil itu saya sodorkan, salah satu ibu-ibu hampir berteriak histeris “Ya ampun neng…itu mah bukan mangga muda tapi pentil, di rumah teh Ela mah mohon maaf, biasanya dibuangin…emang neng beli berapa dari tukang buah itu, tau eneng suka mah nanti teh Ela kasih deh mangga mudanya”. Glekk! Tapi sejak saat itu, pasokan mangga muda saya semakin banyak. :)

Dan di sini, diperantauan saya sekarang, Alhamdulillah saya bisa dengan mudah menemukan mangga muda, bahkan yang kecil-kecil. Walaupun harga 1kg nya kalau dirupiahkan bisa untuk membeli 8kg mangga yang sama. Terlebih, salah seorang sahabat saya menempati sebuah villa, yang kebetulan ada pohon mangganya (jarang-jarang lho…),dan kemarin, sekitar sebulan yang lalu, ketika berkunjung ke rumahnya, saya dihadiahi sekantung mangga muda. Ah, Mungkin itu juga salah satu sebab kenapa saya betah mendampingi suami di tanah rantau berpuluh-puluh ribu kilo jauhnya dari tanah air.

So, bagi saya, mangga muda adalah sesuatu yang sensitive. Jangan bilang-bilang anda mempunyai mangga muda kalau gak akan ngasih saya, hehee. Mangga muda membuat saya merasa lebih bersemangat, dan segar. Jika stok mangga muda saya habis, saya pasti meminta suami untuk mengantar saya ke toko yang biasa menjualnya. Ketika sudah ada ditangan, saya hisap wangi khasnya, saya bersihkan, saya kupas, dan Subhanallah…saya merasakan satu lagi nikmat Allah…Ada syukur saya padaNya, dalam setiap potongannya….

“Rabbanaa maa khalaqta haadza bathilaa...”


Qatar, 12 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar